Salasatu kearifan lokal masyarakat Toraja adalah sangat menjunjung tinggi budaya longko'(budaya malu), mereka menjaga harga diri dan kewaspadaan agar tidak dipermalukan(kalongkoran). Budaya ini sudah turun-temurun dan tetap dipertahankan dan dipelihara sampai sekarang di tengah masyarakat dengan segalah karakteristik dan keunikannya.
Budaya longko’ ini tidak saja mengandung nilai kehormatan, harga diri dan rasa malu, namun di dalamnya terkandung nilai-nilai semangat dan etos kerja serta kejujuran dan keharmonisan masyarakat dalam satu ikatan keluarga besar.

Seperti halnya dalam upacara pemakaman masyarakat toraja atau rambu solo’, keluarga dengan segalah upaya dan kemampuan melakukan persiapan untuk menyambut tamu mereka yang hadir pada saat upacara pemakaman berlangsung. Pada acara rambu solo’ ini para tamu akan ditempatkan di sebuah pondok yang sudah didekorasi seindah mungkin dengan kain ukiran khas toraja serta aksesoris toraja lainnya, tempat ini desebut lantang karampoan(pondok penerimaan tamu).
Sebelum memasuki tempat penerimaan tamu,para tamu biasanya mendaftar terlebih dahulu pada tempat yang disediakan. Para tamu akan dikumpulkan dan membentuk barisan atau rombongan yang didahului dengan barang-barang bawaan mereka seperti kerbau,babi dll dan kemudian menyusul para tamu yang akan diantar oleh pembawa rombongan yang menggunakan tongkat atau tombak dan sepasang pria dan wanita yang menggunakan pakaian adat toraja.

Sambil memasuki pondok penerimaan tamu, MC atau protokoler adat akan membacakan tempat asal dari masing-masing tamu. Setelah seluruh tamu duduk dalam pondok tersebut,maka keluarga mempersiapkan diri untuk menyambut dan menyapa para tamu mereka masing- masing dengan berbaris
memasuki tempat penenrimaan tamu. Barisan keluarga yang akan menyambut tamu ini biasanya didahului dengan laki-laki yang sudah dikhususkan dengan
memakai tongkat atau tombak di tangan kemudian sepasang laki-laki dan perempuan yang menggunakan baju adat kemudian to massuling dan ma’marakka(musik dan nyayian khas suku toraja pada acara kedukaan) menyusul pembawa tempat untuk rokok dan sirih, dan dibelakangnya berbaris para anak dan cucu beserta keluaraga besar dari yang meninggal. Pada upacara pemakaman yang besar, turut juga dibelakang barisan keluarga to ma’katia dan to ma’ badong (tarian khusus penyambutan tamu pada acara kedukaan).

Para tamu dan keluarga saling bersalam-salaman,bercerita dan bercanda ria sambil menyuguhkan rokok dan sirih kepada para tamu, tak hanya itu para tamu juga disuguhkan dengan pertunjukan budaya tarian ma’ katia atau to ma’ badong.

Setelah keluarga menemui tamu-tamu mereka,mereka kembali berbaris keluar pondok dan setelah itu para tamu akan disuguhkan minuman kopi atau teh dan kue-kue khas toraja, yang akan disuguhkan oleh ibu-ibu yang sudah ditunjuk menyuguhkan minuman dan kue,ibu-ibu ini juga berbaris rapi memasuki pondok dengan membawa baki, gelas dan ceret yang berisi kopi atau teh.

Sambil para tamu menikmati suguhaan minuman, MC atau protkol adat akan membacakan nama-nama para tamu dan nomor pondok atau keluarga yang dituju.
Setelah pembacaan nama selesai dibacakan, para tamu keluar dari pondok penerimaan tamu menuju ke tempat keluarga. Dan disitu para tamu akan dijamu oleh masing-masing keluarga yang dituju, dan biasanya ada yang kembali menyuguhkan minuman dan kue-kue dan ada pula yang langsung menyuguhkan makanan yang sudah dipersiapapkan oleh keluarga.